Dikhitbah? Wow, suka dong. Yup, ini adalah artikel ‘sekuel’-nya tentang khitbah. Kalo minggu kemarin kita ngajak yang cowok untuk mengkhitbah, sekarang, biar adil, kita mencoba ngajak anak puteri untuk bersikap bijak seandainya ada anak cowok yang ‘nekat’ mengkhitbah dirinya. Gimana, setuju kan?
Oke deh, yang baca edisi kemarin insya Allah bakalan klop kalo kita ajak ngomongin yang satu ini. Bagi yang ketinggalan baca edisi kemarin, mohon pinjem saja sama temennya. Pokoke, ini ceritanya khusus buat temen-temen yang emang udah siap segalanya. Jadi sekali lagi, bukan ditujukan buat kamu yang masih SMU, apalagi SMP. Bagi kamu-kamu yang masih ke sekolahnya pake seragam, jadikan aja sebagai wawasan untuk jaga-jaga. Siapa tahu nanti kamu membutuhkan bimbingan, tul nggak?
Oke deh, yang baca edisi kemarin insya Allah bakalan klop kalo kita ajak ngomongin yang satu ini. Bagi yang ketinggalan baca edisi kemarin, mohon pinjem saja sama temennya. Pokoke, ini ceritanya khusus buat temen-temen yang emang udah siap segalanya. Jadi sekali lagi, bukan ditujukan buat kamu yang masih SMU, apalagi SMP. Bagi kamu-kamu yang masih ke sekolahnya pake seragam, jadikan aja sebagai wawasan untuk jaga-jaga. Siapa tahu nanti kamu membutuhkan bimbingan, tul nggak?
Oya, seperti yang udah kita baca di edisi kemarin, khitbah adalah pernyataan seorang lelaki kepada wanita yang disukainya untuk serius menikahinya. Dan ini disampaikan kepada ortunya. Tentu setelah kita udah sama-sama janjian dong. Kalo nggak, bisa gaswat. Jadi khitbah boleh dibilang ‘nandain’ calon kita. Pokoknya diiket dulu deh, sebelum akhirnya dinikahi.
Nah, kadangkala, anak puteri yang akhirnya kebingungan. Kalo kemarin kita bahas anak cowok yang bimbang dan kurang pede untuk mengkhitbah akhwat, kita kasih support supaya mantap dan berani, sekarang kita coba nemenin anak puteri untuk bersikap bijaksana dalam menghadapi pinangan anak cowok.
Berdasarkan pengalaman neh, paling nggak ada beberapa masalah yang dihadapi anak puteri dalam urusan ini. Misalnya, ketika datang anak cowok yang berani menyatakan keseriusannya untuk menikah dengannya, adakalanya anak puteri suka keder menghadapai ini. Sebab, tak selamanya begitu mendapat pinangan langsung seneng. Kenapa? Bisa jadi kasusnya adalah begini; ada orang yang meminang dirinya, tapi ternyata nggak sesuai dengan kriteria pria idamannya. Kan itu bikin bingung. Maksud hati berharap yang datang tipe Arjuna, eh, yang berani dan nekat ngedatengin malah tipe Rahwana. Karuan aja bak serasa disamber petir. Waduh, gimana cara menolaknya? Apalagi ortu juga turut campur, makin berabe aja tuh.
Berdasarkan pengalaman neh, paling nggak ada beberapa masalah yang dihadapi anak puteri dalam urusan ini. Misalnya, ketika datang anak cowok yang berani menyatakan keseriusannya untuk menikah dengannya, adakalanya anak puteri suka keder menghadapai ini. Sebab, tak selamanya begitu mendapat pinangan langsung seneng. Kenapa? Bisa jadi kasusnya adalah begini; ada orang yang meminang dirinya, tapi ternyata nggak sesuai dengan kriteria pria idamannya. Kan itu bikin bingung. Maksud hati berharap yang datang tipe Arjuna, eh, yang berani dan nekat ngedatengin malah tipe Rahwana. Karuan aja bak serasa disamber petir. Waduh, gimana cara menolaknya? Apalagi ortu juga turut campur, makin berabe aja tuh.
Masalah lain yang biasanya terjadi adalah, begitu ada anak cowok yang berminat sama kita, eh, kitanya masih pada sekolah or kuliah. Wah, itu bikin masalah juga ya? Mungkin kalo yang udah kuliah nggak terlalu bermasalah, asal pandai ngasih keyakinan sama ortu, karena memang kalo udah kuliah boleh nikah. Itu bedanya dengan yang masih sekolah di SMU. Paling nggak itu berdasarkan aturan main di negeri ini. Karena dalam Islam nggak begitu kok. Boleh-boleh aja asal udah pada baligh.
Masalah lainnya apa? Kita udah sama-sama oke dengan pasangan kita, eh, ortu kita malah nggak setuju. Mending kalo alasannya bisa dipertanggung jawabkan secara ajaran Islam, kadangkala hanya persoalan nasab, harta, status sosial, dan seabrek masalah yang nggak perlu dijadikan sebagai paramater untuk membina sebuah rumah tangga. Tapi walau bagaimana pun juga itu adalah masalah yang kudu diselesaikan dengan tuntas.
Ngomong-ngomong, jadi gimane neh kalo kamu dikhitbah?
Ngomong-ngomong, jadi gimane neh kalo kamu dikhitbah?
Jangan repot-repot; terima!
Wacksss? Sembarangan, main terima aja. He..he..he.. ini ceritanya kalo memang udah sreg gitu lho. Apalagi ortu kita setuju. Kita dan anak cowok itu juga sama-sama aktivis pengajian. Wah, itu sih jangan dilama-lamain, mending segera terima pinangan dan nikah. Duh, enak banget ya kalo itu terjadi sama kita-kita. Jelas aja, itu kan kondisi ideal.
Wacksss? Sembarangan, main terima aja. He..he..he.. ini ceritanya kalo memang udah sreg gitu lho. Apalagi ortu kita setuju. Kita dan anak cowok itu juga sama-sama aktivis pengajian. Wah, itu sih jangan dilama-lamain, mending segera terima pinangan dan nikah. Duh, enak banget ya kalo itu terjadi sama kita-kita. Jelas aja, itu kan kondisi ideal.
Oya, kita ngasih saran begini bukan ngebelain anak cowok lho. Tapi kita mencoba memberikan gambaran buat kamu-kamu anak puteri. Seperti halnya anak cowok, yang puteri juga jangan pilih-pilih deh. Maksudnya, menggunakan pilihan yang nggak perlu. Seperti, menentukan bahwa calon suaminya kudu pandai bahasa Arabnya, kudu sekufu dalam hal status sosial (kalo kita sarjana, ya, calon suami kita juga kudu sarjana), terus minimal punya wajah yang nggak kalah ganteng dengan para personelnya Westlife, udah gitu harus keturunan ningrat, lagi. Wah, itu keberatan sama kriteria, bisa-bisa jadi keburu tue Non, karena kriterianya ideal banget.
Uppsss.. sori, kita nggak nuduh lho, tapi mengingatkan. Apalagi kamu udah tahu kalo yang berminat sama kamu itu orangnya berakhlak mulia dan pengetahuan agamanya oke. Cuma kurangnya, seperti yang tadi disebutkan. Jadi, sebetulnya nggak bijaksana dong kalo kamu menolak, dan kayaknya nggak pantes. Apalagi sih yang mau diharapkan? Iya nggak?
Lagipula, kriteria pemilihan yang berlaku buat kaum lelaki, juga berlaku buat anak puteri. Umar r.a. pernah berkata: “Janganlah kalian menikahkan puteri kalian dengan lelaki yang buruk perangainya, karena kriteria-kriteria yang berlaku pada laki-laki juga berlaku bagi perempuan.”
Dan buat para ayah serta walinya anak puteri, kudu waspada. Firman Allah Swt.: "Dan janganlah kamu nikahkan wanita-wanita mukminat dengan pria-pria musyrik sebelum mereka beriman.” (TQS al-Baqarah [2]: 221)
Dan buat para ayah serta walinya anak puteri, kudu waspada. Firman Allah Swt.: "Dan janganlah kamu nikahkan wanita-wanita mukminat dengan pria-pria musyrik sebelum mereka beriman.” (TQS al-Baqarah [2]: 221)
Tapi kita yakin kok, bahwa kamu yang puteri juga udah ngeh dan nggak salah pilih dalam menentukan kriteria. Kalo yang dateng itu orangnya sholeh dan berakhlak mulia, biasanya temen puteri juga langsung nyetel aja. Iya nggak? Tapi kalo memang nggak sreg. Namanya juga manusia ya? Ada aja keinginan lebih dari itu. Dan keinginan itu boleh-boleh aja kok. Sebab yang namanya perasaan itu susah sih. Kudu bener-bener ada ‘getaran’ yang, gimanaaa gitu… Aduh, sulit menjelaskan dengan kata-kata atau tulisan.
Kalo kejadiannya kayak gitu, kamu boleh aja nolak. Tapi kudu baik-baik ya. Anak cowok juga sama punya perasaan. Jadi kalo kamu nolak pinangan, ya jangan dipublikasikan ke orang lain dong. Apalagi sampe bangga segala, dan menganggap pasaran kamu naik karena kamu jual mahal. Wah, itu nggak baik, Non.
Boleh nggak wanita ‘menawarkan’ diri?
Wah, nekat amat? Nggak juga tuh. Memang sih umumnya wanita bersikap pasif. Artinya nungguin ada yang meminang dirinya. Tapi Islam membolehkan lho, wanita menawarkan diri kepada seorang laki-laki untuk dijadikan istri. Pada masa Rasulullah saw. ada perempuan yang pernah melakukannya seperti diriwayatkan dalam hadis berikut: “Dari sahl bin sa’ad, bahwa Rasulullah saw. pernah didatangi oleh seorang perempuan, lalu ia berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada Tuan’. Ia berdiri lama sekali, kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata: ‘Ya Rasulullah, kawinkanlah saya dengan perempuan ini seandainya tuan tidak berhasrat kepadanya…” (HR Bukhari)
Wah, nekat amat? Nggak juga tuh. Memang sih umumnya wanita bersikap pasif. Artinya nungguin ada yang meminang dirinya. Tapi Islam membolehkan lho, wanita menawarkan diri kepada seorang laki-laki untuk dijadikan istri. Pada masa Rasulullah saw. ada perempuan yang pernah melakukannya seperti diriwayatkan dalam hadis berikut: “Dari sahl bin sa’ad, bahwa Rasulullah saw. pernah didatangi oleh seorang perempuan, lalu ia berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada Tuan’. Ia berdiri lama sekali, kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata: ‘Ya Rasulullah, kawinkanlah saya dengan perempuan ini seandainya tuan tidak berhasrat kepadanya…” (HR Bukhari)
Nah, jadi silakan saja, kalo emang kamu berkenan untuk melakukan itu. Nggak dilarang kok. Memang sih, tradisi yang ada di sini, mengharuskan wanita bersikap pasif. Kalo ada yang ‘agresif’, malah mungkin dianggap kenapa-napa. Jadi dari segi hukum boleh-boleh aja. Mau? Silakan dicoba. He..he..he..
Kalo ortu yang bikin masalah?
Nah, ini juga jadi persoalan Non. Untuk urusan ini adakalanya gampang-gampang susah. Tapi jangan sedih. Tenang aja. Misalnya, kamu ‘dijodohin’ sama ortu kamu. Padahal kamu nggak suka sama lelaki yang dipilihin sama ortumu. Sebenarnya kamu bisa aja nolak. Boleh kok.
Nah, ini juga jadi persoalan Non. Untuk urusan ini adakalanya gampang-gampang susah. Tapi jangan sedih. Tenang aja. Misalnya, kamu ‘dijodohin’ sama ortu kamu. Padahal kamu nggak suka sama lelaki yang dipilihin sama ortumu. Sebenarnya kamu bisa aja nolak. Boleh kok.
Dari Ibnu Abbas bahwa seorang gadis datang kepada Rasulullah saw. lalu ia menceritakan kepada beliau tentang ayahnya yang mengawinkannya dengan laki-laki yang ia tidak sukai. Maka Rasulullah menyuruh dia untuk memilih (menerima atau menolak).” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni)
Begitu Non. Tapi tentunya kamu menyampaikan kepada ortu dengan baik-baik pula. Nggak boleh sambil marah-marah. Jadi, mau nerima silakan, mau nolak juga nggak masalah. Semua diserahkan kepada kamu, kok. Dan cuma kamu yang berhak menentukan pilihan. Bukan orang lain.
Dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya, ia berkata: “Seorang gadis datang kepada Rasulullah saw. lalu katanya: ‘Sesungguhnya ayahku mengawinkan aku dengan anak saudaranya, agar dengan begitu terangkat martabatnya. Kata Abdullah: ‘Lalu Rasullah saw. menyerahkan urusannya kepadanya. Dan katanya: ‘Saya mengizinkan tindakan ayahku kepadaku. Tetapi yang aku kehendaki yaitu memberitahu kepada kaum wanita bahwa bapak-bapak itu tidak mempunyai apa-apa dalam urusan ini (perkawinan).” (HR Ibnu Majah yang dikutip dalam kitab Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq)
Kalo udah jadian dikhitbah?
Wah, alhamdulillah atuh. Tapi inget, khitbah adalah semacam ‘pintu’ menuju nikah. Jadi belum sah ngapa-ngapain. Memang sih, mentang-mentang anaknya udah ada yang meminang, suka ada ortu yang membiarkan anaknya bebas kemana-mana bareng tunangannya. Wah, kalo gitu apa bedanya dengan pacaran? Itu kan sama aja gaul bebas. Dan jelas berdosa dong. Haram lho.
Wah, alhamdulillah atuh. Tapi inget, khitbah adalah semacam ‘pintu’ menuju nikah. Jadi belum sah ngapa-ngapain. Memang sih, mentang-mentang anaknya udah ada yang meminang, suka ada ortu yang membiarkan anaknya bebas kemana-mana bareng tunangannya. Wah, kalo gitu apa bedanya dengan pacaran? Itu kan sama aja gaul bebas. Dan jelas berdosa dong. Haram lho.
Nah, kalo emang kamu udah ‘kebelet’ mendingan nikah aja langsung. Nggak usah ditunda-tunda lagi. Lebih save. ‘Penyakit’ orang yang udah punya tempat untuk berbagai cerita, biasanya pengennya ketemu melulu. Celakanya, kalo terus-terusan ketemu, nggak ada jaminan kalo iman kamu juga makin menipis. Jangan heran kalo kemudian malah berzina. Ih, naudzubillahi min dzalik.
Memang sih, kalo kamu udah jadian dikhitbah, berbicara or kirim-kirim surat dengan calonmu nggak dilarang. Sah-sah saja. Tapi inget, jangan keterusan. Bisa gaswat. Jangan-jangan nanti kamu sulit ngebedain antara rasa suka dengan nafsu bisikan iblis. Celaka!
Kita sih menyarankan kalo udah oke mending segera nikah aja. Meski memang waktu dari khitbah ke nikah itu nggak ditentukan dengan jelas, artinya mau 50 tahun lagi nikah juga boleh (ih, udah jadi nenek-nenek dong? Ya, salah sendiri he..he..). Tapi meski demikian, alangkah utamanya kalo kamu segera menikah saja.
Pesan buat yang masih sekolah
Memang asyik ya kalo bicara soal cinta dan pernikahan. Jujur saja, hampir semua orang seneng ngomongin ini. Tapi inget, karena kita yakin neh, mayoritas pembaca buletin ini adalah masih anak sekolah, jadi jangan keburu sregep dapat pembahasan seperti ini.
Memang asyik ya kalo bicara soal cinta dan pernikahan. Jujur saja, hampir semua orang seneng ngomongin ini. Tapi inget, karena kita yakin neh, mayoritas pembaca buletin ini adalah masih anak sekolah, jadi jangan keburu sregep dapat pembahasan seperti ini.
Pesan kita, jadikan saja ini sebagai tambahan wawasan buat kamu. Dan kita yakin kok, bahwa kamu udah bisa membedakan mana yang prioritas dan mana yang bisa ditunda. Iya nggak? Sekarang fokus belajar, dan jangan nekat pacaran. Kita juga nggak abis pikir sama kondisi masyarakat dan negara sekarang ini; gaul bebas dimudahkan, tapi nikah malah dipermasalahkan. Kebalik-balik memang. Oke, jangan lupa, tetep semangat mengkaji Islam! :)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih, Silahkan Tinggalkan Komentar Anda,,