Selasa, 16 November 2010

Memaknai Idul Adha

Assalamualaikum . . .

IDUL ADHA....
Sejauh mana arti dan makna hari raya umat Islam ini bagi diri kita? Sepertinya sekali-sekali pertanyaan di atas perlu diajukan kepada diri sendiri. Apa artinya Idul Adha? Apakah hanya berarti sekadar shalat sunah Idul Adha, mendengarkan khotbah, kemudian menyembelih hewan kurban (jika mampu), atau kebagian daging kurban, lalu selesai ?

Jika arti Idul Adha hanya sebatas itu, sepertinya kita baru ikut-ikutan dan tak perlu marah jika ada yang menyebut kita adalah Islam KTP (beragama Islam berdasarkan catatan di kartu penduduk) semata. Masih perlu pemelajaran, memperdalam ilmu agama, atau belajar dari awal karena memang tidak memiliki dasar agama Islam sama sekali.

Idul Adha memiliki arti yang sangat dalam bagi umat Islam. Idul Adha terkait dengan keharusan bagi orang-orang mampu melaksanakan rukun Islam kelima, menunaikan ibadah haji. Idul Adha juga seharusnya mengingatkan kita semua bahwa kepatuhan terhadap Allah tidak dapat ditawar, seperti dicontohkan Nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan darah dagingnya sendiri karena perintah Allah. Nabi Ibrahim akhirnya lulus dari ujian Allah. Putra tercintanya, Nabi Ismail, atas kuasa Allah batal menjadi kurban dan diganti dengan seekor domba.

Belajar pada ketakwaan Nabi Ibrahim, siapapun umat Islam seharusnya memiliki jiwa sosial yang tinggi. Seharusnya kita tidak sayang dengan uang untuk berkurban, menyembelih hewan untuk dibagikan kepada masyarakat yang tak mampu dan yang berhak menerimanya. Mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw, seharusnya kita peduli antar sesama, memaknai Hari Raya Idul Adha yang juga dikenal dengan sebutan Hari Raya Kurban ini dengan mengedepankan sikap sosial, membantu sesama.

Apalagi jika kita kaitkan dengan kondisi negeri kita akhir-akhir ini yang tak hentinya-hentinya dihantam bencana. Berbagai musibah membuat sebagian rakyat di negeri ini menderita, yang miskin makin miskin, yang di atas garis kemiskinan dan masyarakat dari keluarga sejahtera pun ikut terjerembap. Yang terbaru adalah bencana banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa dan tsunami yang menghantam Mentawai (Sumbar), serta meletusnya Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Semua itu memerlukan kepedulian sosial dari kita semua, dari pemerintah.

Belajar pada ritus ibadah haji yang mengajarkan persamaan di antara sesama, siapa pun di negeri ini seharusnya tergerak bersama-sama membantu, ikut meringankan beban korban bencana di berbagai daerah. Terkait dengan pelaksanaan kurban, misalnya, seharusnya masyarakat yang mampu memanfaatkan momen Idul Adha untuk memprioritaskan membantu sesama.

Terlebih bagi pemerintah, juga legislatif, selayaknya memprioritaskan program menanggulangi bencana. Jangan para korban hanya dibuai dengan janji, jangan jadikan mereka sebagai pelengkap penderita. Tidak selayaknya pemerintah menambah beban para korban bencana. Apalagi memperpanjang birokrasi dalam mendapatkan makanan, penggantian, serta bantuan lainnya.

Ingat, bagi korban bencana di mana pun mereka tak peduli apakah mereka dibantu pemerintah atau swasta, oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang ditunjuk pemerintah mengomandoi penanganan bencana Gunung Merapi, setelah letusan gunung itu banyak makan korban, atau dari PMI, TNI, dan sukarelawan yang langsung turun dari awal bencana Merapi terjadi. Karena itu dalam menyikapi Idul Adha 1431 H ini, siapapun jangan hanya sibuk mempermasalahkan adanya perbedaan Hari Raya Idul Adha di negeri ini, tapi maknai Idul Adha sebagai mana mestinya. Jangan buai para korban bencana-di mana pun mereka-dengan janji, tapi bantulah mereka sepenuh hati.***

** SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1431 H **'

Copas dr catatan2 SENTUHAN TARBIYAH on Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih, Silahkan Tinggalkan Komentar Anda,,

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template